Sekitar tahun 1991, jauh sebelum pembreidelan tiga media, terjadi pertemuan informal belasan jurnalis di Taman Ismail Marzuki
(TIM), Menteng, Jakarta Pusat. Dalam pertemuan tersebut, dibicarakan
berbagai hal yang menyangkut kondisi pers Indonesia. Dalam pertemuan
itulah, tercetus ide tentang perlunya membentuk organisasi jurnalis
alternatif yang independen di luar PWI. Ada juga keinginan untuk
membikin media sendiri. Sayangnya, pembicaraan itu tidak berlanjut
menjadi aksi konkret.
Di berbagai kota, sebelum berdirinya Aliansi Jurnalis Independen
[AJI], sudah ada komunitas dan kelompok-kelompok diskusi jurnalis.
Seperti, SPC atau Surabaya Press Club (Surabaya), FOWI atau Forum
Wartawan Independen (Bandung), Forum Diskusi Wartawan Yogya atau FDWY
(Yogyakarta), dan SJI (Solidaritas Jurnalis Independen) di Jakarta
sendiri. Kemudian para aktivis jurnalis dari sejumlah komunitas inilah
yang kemudian ikut bergabung membentuk AJI, lewat Deklarasi Sirnagalih.
Untuk menghormati dan mengakui keberadaan komunitas-komunitas inilah,
maka pada diskusi di Sirnagalih waktu itu dipilih nama "aliansi" untuk
AJI, dan bukan "persatuan" seperti PWI.
Pembreidelan 21 Juni 1994
telah membantu menciptakan momentum, yang dibutuhkan bagi lahirnya
sebuah organisasi jurnalis alternatif. Pembreidelan 21 Juni 1994 adalah
semacam shock theraphy, yang menjelma menjadi bendera
penggalangan solidaritas para jurnalis muda, untuk mewujudkan mimpi yang
sudah lama terpendam untuk membentuk wadah jurnalis yang independen.
Namun, benih-benih lahirnya AJI sebenarnya sudah tertanam jauh hari
sebelum pembreidelan tersebut.
Setelah pembreidelan DeTik, Tempo dan Editor, para jurnalis muda yang
didukung elemen mahasiswa, LSM dan seniman mengadakan sejumlah aksi
menolak pembreidelan. Meski merasa pesimistis, waktu itu karena
pertimbangan prosedural menemui pimpinan PWI Pusat yang diketuai Sofjan Lubis dengan Sekjen Parni Hadi,
untuk meminta mereka memperjuangkan nasib para karyawan dan wartawan
korban pembreidelan. Pada pertemuan pertama di Gedung Dewan Pers, Jl.
Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu, kami meminta, agar mereka berusaha
bertemu langsung dengan Menteri Penerangan Harmoko. PWI berjanji mengupayakannya.
Sebulan kemudian, kami menemui lagi PWI Pusat dalam aksi tagih janji,
dan mempertanyakan hasil pertemuan itu. Namun, nyatanya PWI gagal
bertemu Harmoko dan gagal memperjuangkan nasib wartawan dan karyawan
pers. Dari situ, para jurnalis muda lalu menyatakan ketidakpercayaannya
lagi pada PWI. Saat itu, saya dan sejumlah rekan jurnalis sudah
mencanangkan, hal ini akan berujung ke pembentukan organisasi jurnalis
yang baru, karena PWI terbukti sudah tak efektif lagi dan sudah terlalu
dikooptasi oleh penguasa.
Untuk menggalang dukungan sekaligus merancang langkah aksi berikutnya, diadakanlah pertemuan para jurnalis muda. Wisma Tempo di Sirnagalih, Jawa Barat,
dipilih sebagai lokasi pertemuan, karena pertimbangan praktis, relatif
dekat, dan bisa lebih dijamin keamanan dan kerahasiaannya. Pada waktu
itu, memang tak mudah mencari pemilik gedung, yang mau meminjamkan
gedungnya untuk kegiatan yang berseberangan dengan pemerintah. Undangan
disampaikan secara diam-diam. Juga disebarkan undangan palsu,
seolah-olah pertemuan akan berlangsung di tempat lain di Bandung,
sehingga ada sejumlah jurnalis yang salah informasi, dan datang ke
tempat yang salah.
Pertemuan jurnalis pun digelar, dengan elemen utama jurnalis dari
empat kota Surabaya, Yogyakarta, Bandung dan Jakarta. Sebelum pertemuan,
sudah terdengar kabar bahwa ada kelompok atau figur tertentu yang
mengklaim bisa mengatur para jurnalis ini. Oleh karena itu, untuk
menghindari politisasi, klaim-klaim sepihak, dan kabar miring, sejak
awal kami meminta para jurnalis senior seperti Erros Djarot, Aristides Katoppo, Goenawan Mohamad dan Fikri Djufri
untuk tidak datang pada tanggal 6 Agustus malam saat penggodokan konsep
dan wadah gerakan oleh para jurnalis muda sedang berlangsung. Mereka
baru datang esok harinya, 7 Agustus, ketika penggodokan telah selesai.
Hal ini dilakukan untuk menghindari tuduhan bahwa AJI sebagai sekadar
alat atau kepanjangan kepentingan dari tokoh-tokoh pers tertentu.
=> Anggota AJI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar