Suatu
hari, wanita cantik tersebut berada di depan cermin, sambil berkata,
‘Siapakah yang tahan (untuk tidak tergoda) dengan kecantikan ini?’.
Suaminya
berkata, ‘Yang tahan dengan kecantikanmu hanyalah Abid bin Abid’.
Wanita
tersebut berkata, ‘Bolehkah aku menggodanya?’.
Suaminya
berkata, ‘Silakan, aku izinkan engkau untuk menggodanya’.
Wanita
itu pun mendatangi Abid. Ketika bertemu Abid, wanita itu berkata, ‘Aku
ingin bertanya padamu tentang sesuatu hal’. Sambil berkata demikian,
wanita tersebut menampakkan kecantikan wajahnya di hadapannya.
Abid langsung
memalingkan wajahnya. Wanita tersebut terus menggodanya sampai taraf
yang paling gawat.
Kemudian
Abid berkata, ‘Aku punya pertanyaan untukmu. Kalau engkau dapat
menjawabnya, maka aku akan turuti apa saja kemauanmu’.
Wanita
itu menjawab, ‘Tanyalah sesukamu. Sungguh, aku akan jujur menjawabnya’.
Kemudian
Abid berkata, ‘Kalau datang malaikat pencabut nyawa kepadamu, apakah
engkau senang ruhmu dicabut dalam keadaan maksiat seperti ini?’.
Wanita
itu menjawab, ‘Tidak’.
Abid
berkata lagi, ‘Kalau pada hari Kiamat nanti orang-orang mendapatkan
catatan-amalnya dari tangan kanannya, apakah engkau senang bahwa engkau
mendapatkan catatan-amalmu dari tangan kirimu disebabkan karena
perbuatan maksiatmu ini?’.
Wanita
itu menjawab, ‘Tidak’.
Abid
berkata lagi, ‘Kalau pada hari Kiamat nanti titian shirath
dibentangkan sepanjang-panjangnya di tengah-tengah kobaran api neraka
dan orang-orang berhasil melewatinya, apakah engkau senang shirath
itu terputus ketika engkau melewatinya disebabkan perbuatan maksiatmu
ini?’.
Wanita
itu menjawab, ‘Tidak’.
Abid
berkata lagi, ‘Kalau engkau berada di hadapan Allah dan Ia menanyakan
perbuatan maksiatmu ini, apakah engkau senang bahwa engkau telah
melakukannya?’.
Wanita
itu menjawab, ‘Tentu saja tidak’.
Terakhir,
Abid berkata, ‘Cukupkah nasihat ini untukmu?’.
Wanita
menjawab, ‘Ya, sudah cukup. Sungguh, aku akan bertaubat kepada Allah’.
Sejak
itu, ia menjalani hidup sebagai wanita yang taat.
Diterjemahkan
dari: Amru Khalid, Qira’ah Jadidah wa Ru’yah fi Qashash al-Anbiya’
(Beirut: Dar el-Ma‘rifah, 2006), cet. ke-2, hlm. 121.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar