BERMODAL ketertarikan tinggi pada dunia fashion yang dituangkan melalui blog, para fashion blogger ini tidak hanya berhenti sebagai blogger. Namun, mereka mampu merambah bisnis fashion. Bagaimana ceritanya?
Usia memang tidak pernah jadi penghalang bagi Evita Nuh, 14, untuk berkarya. Sejak berusia 9 tahun pun Chacha - sapaan akrabnya- sudah aktif
ngeblog soal bidang yang membuatnya paling tertarik, yaitu
fashion. Sejak itu, Chacha seolah menjadi salah satu
fashion blogger termuda di Indonesia yang memiliki banyak penggemar. Pada usia 12 tahun, majalah Marketeers memasukkan namanya dalam daftar 100 anak muda paling berpengaruh di Indonesia.
Sementara komunitas penulis fashion TongueChic.com juga menyebut Evita sebagai salah satu
blogger fashion paling bersinar (Fashion Brights Under 16). Blog Chacha
http://jellyjellybeans. blogspot.com ditulis dalam bahasa Inggris.
"Blog pertama yang aku buka adalah
blog soal
fashion. Dari situ aku langsung ingin membuat
fashion blog," tutur Chacha. Seorang
fashion blogger tentu dituntut memiliki selera mode yang sangat baik (atau unik) dan selalu menjadi
trendsetter.
Itulah Chacha, gadis yang gemar sekali melakukan eksperimen
mix and match dengan berbagai pakaian maupun aksesori. Dalam kesehariannya, Chacha bisa sangat
boyish dan sebaliknya,
supergirlie. "Bergantung
mood saja," ujar gadis yang mengidolakan sang nenek itu. Bagi Chacha,
fashion adalah cerminan diri.
Fashion juga jadi suatu kebutuhan karena bukan sekadar pakaian, melainkan cara untuk mengekspresikan individualitas. "
Fashion tak ubahnya kartu nama yang diberikan kepada seseorang untuk memberi tahu identitas diri. Hanya, lewat
fashion kita tidak repot menyodorkan kartu," ujarnya.
Label Little Nuh lahir dengan kolaborasi antara Chacha dan kakak sepupunya yang lulus dari sekolah mode. Inspirasinya adalah kesulitan anak-anak seusia Chacha untuk bisa tampil
fashionable. "Dulu aku buat Little Nuh karena selalu berpikir bahwa pakaian untuk anak seusiaku amat jarang. Kalau tidak terlalu kekanak-kanakan, pasti terlalu dewasa. Jadi, Little Nuh aku buat untuk mengisi ruang kosong tersebut," bebernya.
Lewat
blognya pula Chacha bahkan mendapat email dari penulis film naskah dan cerita film 10 Things I Hate About You yang kebetulan membaca blog miliknya. ”Aku sangat suka film itu, bahkan sampai hafal dialognya," katanya.
Hal terbaik yang dia rasakan sebagai
fashion blogger adalah mengenal banyak orang baru dan bertemu dengan orang-orang yang aku kagumi. "Hal yang paling menyenangkan, banyak orangtua yang menganggap aku sebagai
role model untuk anak-anak mereka," tuturnya.
Menjadi seorang
fashion blogger memang tidak memandang usia. Dari anak muda sampai orang dewasa pun bisa mengekspresikan gaya mereka melalui
blog pribadi. Seperti Diana Rikasari yang begitu cinta pada fashion, menulis, dan fotografi. Sejak 2007, gadis kelahiran 23 Desember 1984 ini merasa blog adalah media yang tepat untuk memfasilitasi tulisan dan foto-fotonya. "
Playful"dan "
colorful"adalah
style yang menggambarkan keseharian Diana.
Dia mengaku tidak memiliki patokan orang tertentu dalam hal fashion. Semua bergantung
mood dan hasil eksperimennya. Hobi nge
blog dan kecintaannya terhadap
fashion membuat Diana memutuskan untuk terjun ke industri
fashion. Dia pun menggarap dua merek sepatu sekaligus, yaitu UP (www.iwearUP.com) yang fokus pada sepatu
wedges dan
heels serta POP FLATS (www.popflats.co) khusus untuk
flat shoes. Diana juga menggunakan
blognya untuk mempromosikan kedua lini sepatunya itu. "Yang penting itu konsisten dan jujur," ungkap Diana saat diwawancara melalui surat elektronik.
"Aku itu nge
blog dari hati, jadinya enggak beban dan enggak pernah bosan. Malah rasanya ada yang kurang kalau aku enggak nge
blog dalam sehari. Intinya sih apa yang kita tulis juga harus jujur, agak personal, supaya tulisan dan
blog kita juga punya karakter yang khas," katanya.
Menurut Diana, seorang
fashion blogger dapat memberikan pengaruh besar pada dunia
fashion. Mengapa? Sebab,
fashion blogger adalah
real people yang lebih
relatable sehingga lebih relevan ketimbang model yang ada di majalah-majalah.
Fashion blogger, lanjut Diana, juga cukup membantu dalam hal mempromosikan fashion Indonesia. Banyak hal yang didapat Diana menjadi
fashion blogger. Salah satunya, diundang ke Paris Fashion Week.Dia sama sekali tidak menyangka bisa mendapat kesempatan langka itu.
Di sana dia bertemu dengan idolanya,
editor fashion majalah Vogue Inggris Anna Wintour serta Anna Dello Russo,
editor-at-large majalah Vogue Jepang. Sebagai
fashion blogger, Diana mendapatkan banyak apresiasi dari orang lain. Bahkan, "
personal style"-nya juga lebih dihargai publik. Diana juga tidak lagi merasa dianggap remeh dan dianggap sekadar "aneh" atau cari perhatian karena
personal style Diana yang memang terbilang "unik". "Mendapat apresiasi itu sangat berharga
lho rasanya," tambah Diana.
Diana dan Chacha sudah memiliki
clothing line sendiri, sementara Clara Devi adalah
fashion bloggermuda yang juga sedang mengejar hal yang sama. Tahun depan, dia berencana merilis
lini fashionyang menjadi ciri khasnya, klasik,
preppy vintage, dan sedikit bercampur dengan
grunge/mod culture.
"
Passion saya adalah menulis dan fotografi
vintage. Bedanya, saya lebih tertarik mengulas budaya masa lalu. Baik dari musik, desain, maupun
fashion. Mungkin karena terbiasa menulis posting yang berisi foto personal saya di
blog sehingga orang-orang mengasosiasikan saya dengan sebutan
fashion blogger," ujar pemilik blog http://lucedale.co ini.
Kini, sudah lebih dari empat tahun Clara menekuni dunia
blog. Dia bekerja sebagai
junior creative planner di sebuah agensi Jepang dan sedang mengerjakan beberapa proyek yang berkaitan dengan
advertising di Singapura dan Tokyo. Bagi Clara, blog adalah sebuah portofolio yang mendokumentasikan karya-karyanya dalam bentuk digital yang dapat meningkatkan nilai kredibilitasnya. Seorang
fashion blogger pasti memiliki pandangan tersendiri terhadap semua perkembangan
fashion yang sedang terjadi. Begitu pun dengan perkembangan
fashion di Indonesia saat ini yang memang terlihat amat pesat.
Menurut Chacha, jumlah
fashion blogger yang ada sekarang ini tak terhitung. Begitu juga jumlah label
indie yang sangat banyak seiring dengan maraknya desainer-desainer muda. "Itu merupakan indikasi bahwa
fashion Indonesia sudah jauh berkembang," ujar Chacha.
Dulu, dia melanjutkan, label luar selalu dianggap keren. Namun, sekarang justru sebaliknya. Banyak anak muda yang bangga dan memilih karya desainer lokal muda yang biasanya masih orisinal dan jauh dari kesan komersial. Diana pun berpikir sama. Dia berpendapat bahwa
fashion di Indonesia saat ini sudah semakin seru dan bagus. Banyak juga pemain baru yang mulai terjun dalam bidang ini.
"Pelan-pelan DNA
fashion di Indonesia jadi lebih kuat. Semoga hal tersebut bisa diiringi oleh kualitas yang juga membaik," harapnya.
Meski demikian, Diana mengakui bahwa masih ada
gap antara daerah Jawa dan kota-kota besar lainnya. Clara menambahkan, bisnis di dunia
fashion sangat menarik. Entah dalam hal
clothingataupun media. "
Counter-culture selalu memberikan warna yang segar dan saya lebih cenderung melihat dengan adanya
internet sekarang perkembangan bisnis
fashion jadi sangat terbantu," ujarnya. (
Oleh: Fauzia Nur Noviyanti, Deasy Amalia, Nike Ari Prayitno_Koran Sindo)
(Koran SI/Koran SI/ade)