Selasa, 08 Januari 2013

Pengangkatan Derajat Bagi Yang Keluar-Masuk Masjid

Ditulis Oleh: Munzir Almusawa

قال رسول اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ، وَرَاحَ، أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ، نُزُلَهُ، مِنْ الْجَنَّةِ، كُلَّمَا، غَدَا أَوْ رَاحَ (صحيح البخاري(
“Sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang datang menuju masuk dan keluar dari masjid (keluar masuk masjid untuk ibadah) maka Allah jadikan setiap ia keluar dan masuk itu derajat lebih tinggi baginya di surga” (Shahih Bukhari)
ImageAssalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.
Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang senantiasa melimpahkan rahmat dan kebahagiaan kepada hamba-hambaNya. Rahmat dan kebahagiaan adalah hal yang jika tidak kita dapatkan, maka yang didapatkan adalah hal yang sebaliknya yaitu kemurkaan Allah subhanahu wata’ala. Dan untuk memunculkan rahmat dan kebahagiaan itu mak mengutus kepada kita sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliaulah pembawa rahmat dan kebahagiaan. Kebahagiaan adalah milik Allah subhanahu wata’ala yang mana di dunia diberikan kepada semua hamba, baik ia adalah orang yang baik atau jahat, sedangkan kebahagiaan di akhirat hanya dikhususkan untuk hamba-hamba yang baik saja. Maka kehidupan dunia yang seakan seperti sekolah, yang mana di dalamnya terdapat ujian-ujian dan ada ujian akhir juga, adapun ujian akhir seorang manusia dalam kehidupan dunia ini adalah sakaratul maut. Pernah terjadi suatu waktu salah seorang jama’ah meminta untuk didoakan karena keesokan harinya ia akan menghadapi sidang skripsi, namun keesokan harinya telah sampai kabar bahwa anak tersebut telah menghembuskan nafas terakhir, maka ketika itu lewatlah hari-hari dimana ia disibukkan dengan penulisan skripsinya dan di hari itu yang ia dapatkan adalah batu nisan bukan ijazah, namun dengan ini jangan berputus harapan dengan berkata untuk tidak perlu belajar di sekolah atau kulih, akan tetapi teruslah berjuanglah dan jadikan apa yang ada dalam diri kita saat ini adalah modal untuk mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala, maka seorang yang belajar di sekolah atau kampus jadikanlah profesinya sebagai pelajar itu adalah hal yang mendekatkannya kepada Allah subhanahu wata’ala, mungkin dengan cara mengajak teman-teman yang di sekolah untuk hadir pada majelis-majelis ta’lim atau mejelis dzikir, dan ketika seorang pelajar melakukan hal itu maka keadaannya bukan hanya sekedar siswa atau pelajar, namun dia juga adalah pejuang atau penggembira hati sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena mengajak orang lain pada keluhuran adalah hal yang paling menggembirakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, baik mengajak sesama muslimin atau pun orang non muslim. Oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala memberi kita taufik untuk hadir di majelis agar berada dalam limpahan rahmatNya, semoga kita selalu dalam rahmat dan kebahagiaan dari Allah subhanahu wata’ala. Sungguh keidupan ini tiadalah artinya jika seandainya kita tidak mendapatkan rahmat Allah subhanahu wata’ala, walaupun seluruh jagad raya ini berubah menjadi berlian dan menjadi milik kita, namun Allah murka kepada kita maka kenikmatan itu hakikatnya adalah api kelam yang menggejolak di neraka. Allah subhanahu wata’ala menawarkan cintaNya kepada hamba-hambaNya, dan Allah murka jika cintaNya ditolak, karena Dialah Yang Maha Berhak dicintai, Dialah Yang Maha Mencintai dan berkasih sayang, dan Dialah Yang Maha Memiliki cinta dan menciptakannya dari tiada. Maka Allah subhanahu wata’ala akan murka jika hambaNya mencintai yang lain lebih dari kecintaannya kepada Allah sehingga terkadang Allah timpakan musibah kepada orang itu agar ia memperbaiki hubungannya dengan Allah subhanahu wata’ala, karena seorang hamba jika diberi musibah atau cobaan oleh Allah maka ia akan lebih mendekat kepada Allah dan memeperbanyak berdoa kepadaNya, namun tidak sedikit pula hamba-hamba yang diberi cobaan oleh Allah lantas ia semakin jauh dari Allah subhanahu wata’ala, dan jika demikian maka Allah subhanahu wata’ala akan menambah kesulitannya, apabila keadaan seperti itu terjadi pada seorang hamba maka kesulitan akan terus ia hadapi sampai ia mencapai sakaratul maut, hingga jenazahnya diusung dan dimasukkan ke liang kubur. Dalam sebuah riwayat yang tsiqah disebutkan bahwa ada seorang anak kecil telah wafat, beberapa hari kemudian ayah anak itu melihatnya dalam mimpi dan mendapati wajah anaknya seperti wajah orang yang telah lanjut usia, tua renta, wajah keriput dan rambut penuh uban, maka si ayah berkata : “wahai anakku, engkau meninggal dalam usia yang masih kecil, namun mengapa wajahmu berubah seperti ini?”, maka anak itu berkata : “wahai ayah, ketika aku di perkuburan dalam ketenangan, ketika itu diturunkan jenazah ke dalam tanah maka ketika itu suara neraka jahannam bergemuruh hingga membuatku merasa sangat takut dan berubahlah wajahku seperti ini”, karena jenazah itu adalah seorang pendosa ketika hidup di dunia. Neraka bergemuruh dengan diturunkannya jasad para pendosa, namun sangat berbeda ketika yang diturunkan adalah jenazah orang-orang shalih, sebagaimana yang disebutkan dalam sirah Siyar An Nubalaa’ dan kitab Tadzkirah al huffazh, dimana ketika Al Imam Ahmad bin Hanbal wafat dan yang menyalati beliau adalah 1 juta muslimin, beberapa hari setelah beliau wafat, keluarga dari seseorang yang telah wafat dan dikuburkan berdekatan dengan kuburan Al Imam Ahmad, ia melihat keluraganya yang telah wafat itu memakai mahkota yang sangat bercahaya, maka orang tersebut berkata kepadanya : “Wahai Fulan, di dunia ini engkau bukanlah orang yang sangat shalih, namun bagaimana keadaanmu di alam barzakh begitu indah?, maka ia berkata : “Ketika jasad Al Imam Ahmad bin Hanbal masuk ke dalam kuburnya, maka di saat itu turun 10.000 cahaya di pekuburan itu”. Hal seperti ini telah Allah firmankan dalam Al Qur’an :
فَكَيْفَ تَتَّقُونَ إِنْ كَفَرْتُمْ يَوْمًا يَجْعَلُ الْوِلْدَانَ شِيبًا ( المزمل : 17 )
“ Maka bagaimanakah kamu akan dapat memelihara dirimu jika kamu tetap kafir kepada hari yang menjadikan anak-anak beruban.” ( QS. Al Muzammil : 17 )
Mereka yang meninggal dalam usia belum mencapai baligh wajah mereka berubah karena rasa takut yang dahsyat akan siksaan api neraka, maka bagaimana halnya orang-orang dewasa yang telah baligh. Kemudian Allah subhanahu wata’ala berfirman menjelaskan pedihnya kehidupan di neraka:
إِنَّ شَجَرَةَ الزَّقُّوْمِ ، طَعَامُ الْأَثِيمِ ، كَالْمُهْلِ يَغْلِي فِي الْبُطُونِ ، كَغَلْيِ الْحَمِيمِ ( الدخان : 43-46 )
“Sesungguhnya pohon zaqqum itu, makanan orang yang banyak berdosa, (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut, seperti mendidihnya air yang sangat panas.” ( QS. Ad Dukhaan: 43-46)
Naungan kasih sayang Allah subhanahu wata’ala ditawarkan kepada kita, yaitu dengan menjadikan balasan atas satu perbuatan baik adalah sepuluh balasan kebaikan, sedangkan balasan dari satu perbuatan jahat adalah satu perbuatan dosa akan tetapi Allah senantiasa siap untuk mengampuninya. Sunggun tiada yang lebih baik dan dermawan dari Allah subhanahu wata’ala, maka pilihlah Allah subhanahu wata’ala, dimana setelah kita wafat tidak ada tempat selain neraka dan surga, dan hanya Allah lah yang menentukan dimanakah kita akan berada.

Saudara saudari yang dimulikan Allah
Hadits yang telah tadi kita baca tadi, dimana jika seseorang mendatangi masjid maka setiap kali ia mendatangi masjid dan pulang dari masjid, derajatnya di surga ditambah oleh Allah subhanahu wata’ala untuk mencapai ke derajat yang lebih tinggi. Dalam hadits tersebut disebutkan bahwa berangkat dan pulang dari masjid di pagi dan doi sore hari, namun Al Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah ketika seseorang masuk dan keluar dari masjid karena ingin beribadah, maka setiap kali ia masuk ke masjid maka derajatnya di surga dinaikkan oleh Allah, begitu juga setiap kali keluar dari masjid maka derajatnya di surga pun semakin tinggi. Maka ketika dikatakan bahwa derajat seseorang di surga dinaikkan, berarti sudah pasti ia berada di surga dan bukan hanya sekedar selamat dari neraka. Maka seseorang yang menuju ke masjid dengan niat beribadah ia tidak akan masuk neraka, karena dia berada di jalan Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Shahih Al Bukhari:
مَنْ اغْبَرَّتْ قَدَمَاهُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ حَرَّمَهُ اللَّهُ عَلَى النَّارِ
”Barangsiapa berdebu kedua kakinya di jalan Allah, maka Allah haramkan ia dari api neraka.” (HR. Al Bukhari)
Dan orang yang berada di jalan Allah bukan hanya terbatas jihad dalam peperangan saja, akan tetapi termasuk pula orang yang melangkah ke masjid kemuidian ia wafat, maka ia wafat di jalan Allah, itulah kemuliaan untuk orang-orang yang melangkah ke Baitullah (Masjid), dimana saat ini Allah juga Allah menaikkan derajat kita di surga, dan setelah selesai dari majelis dan keluar dari masjid ini maka akan dinaikkan lagi derajat kita di surga oleh Allah subhanahu wata’ala, maka janganlah kita berpaling dari kemuliaan ini dan lebih memilih kemungkaran. Manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan tidak akan mungkin terlepas dari perbuatan dosa dan Allah pun Maha Mengetahui akan hal itu, namun kita selalu berusaha untuk tidak berbuat dosa. Yang mampu menjauhi seluruh dosa dan mentaati seluruh peraturan Allah, hal itu hanya dapat dilakukan oleh para malaikat, nabi dan rasul karena mereka tidak mempunyai hawa nafsu untuk berbuat maksiat, mereka hanya memiliki keinginan untuk selalu taat kepada Allah subhanahu wata’ala. Akan tetapi kita sebagai manusia, Allah berikan kepada kita keinginan untuk berbuat baik dan keinginan berbuat buruk, dan jika kita memilih keinginan berbuat baik maka Allah akan semakin memudahkan kehidupan kita, sebaliknya jika kita memilih keinginan untuk selalu berbuat buruk maka kehidupan dan masa depan kita pun akan menjadi buruk, karena masa depan kita adalah milik Allah subhanahu wata’ala, namun janganlah kita berperasangka buruk atas keputusanNya, meskipun hal itu menyedihkan kita. Sebagaimana yang terdapat dalam hikayat di surah Al Kahfi, ketika nabiyullah Musa As berjumpa dengan nabi Khidir As dan beliau ingin ikut bersamanya untuk belajar darinya, maka nabi Khidir As berkata kepada nabi Musa, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ، وَكَيْفَ تَصْبِرُ عَلَى مَا لَمْ تُحِطْ بِهِ خُبْرًا ( الكهف : 67-68 )
“Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku, dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu.” ( QS. Al Kahfi : 67-68)
Dimana masing-masing dari mereka diberi ilmu yang berbeda oleh Allah, dimana nabi Khidir diberi ilmu yang tidak diberikan kepada nabi Musa begitu juga sebaliknya, namun derajat nabi Musa As lebih mulia di sisi Allah subhanahu wata’ala karena nabi Musa juga sebagai rasul, akan tetapi Allah ingin menunjukkan bahwa ada ilmu yang Allah berikan kepada selain nabi Musa As, yang mana ia lebih rendah derajatnya dari beliau. Maka nabi Musa berkata kepada nabi Khidir bahwa ia akan senantiasa bersabar untuk belajar dan ikut bersamanya, kemudian keduanya naik ke sebuah kapal dan pemilik kapal itu mengetahui bahwa nabi Khidir adalah orang yang baik dan shalih, maka ia pun mempersilahkan mereka untuk naik ke kapalnya tanpa meminta upah atau bayaran dari mereka, setelah kapal itu mulai berlayar dan keluar dari pelabuhan, maka nabi Khidir turun ke dasar kapal dan melubanginya hingga kapal itu tenggelam, namun tenggelam dalam air yang masih dangkal karena belum jauh dari dermaga, melihat hal itu nabi Musa As berkata : “ Bagaimana engkau lakukan hal itu, padahal pemilik kapal ini orang yang baik”, kemudian nabi Khidir berkata sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا (الكهف : 72 )
“Dia (Khidihr) berkata: "Bukankah aku telah berkata: "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku.” (QS. Al Kahf : 72)
Maka nabi Musa meminta maaf kepada nabi Khidir agar ia tidak mengindahkan ucapannya tadi agar ia tetap menempuh perjalanan bersamanya. Kemudian mereka pun melanjutkan perjalanan, setelah sampai di suatu tempat mereka menemui anak kecil yang kemudian nabi Khidir membunuh anak tersebut, maka nabi Musa As pun berkata kepada nabi Khidir : “Mengapa engkau membunuh anak kecil yang tidak berdosa itu, hal itu adalah perbuatan yang sangat munkar”, maka nabi Khidir pun berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
قَالَ أَلَمْ أَقُلْ لَكَ إِنَّكَ لَنْ تَسْتَطِيعَ مَعِيَ صَبْرًا ( الكهف : 75 )
“Khidhr berkata: "Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku".( QS. Al Kahf : 75)
Nabi Musa AS kembali meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi hal tersebut, maka nabi Khidir berkata : “ Sekali lagi engkau menanyakan akan hal-hal yang kuperbuat dalam perjalanan selanjutnya, maka hal itu adalah akhir dari perjumpaan kita”. Dijelaskan oleh para ahlu tafsir, dimana karena nabi Musa As adalah seorang rasul yang juga memiliki tanggung jawab dan harus menegakkaan kebenaran, maka beliau tidak bisa hanya diam jika melihat suatu hal yang munkar, maka di ketiga kalinya ketika nabi Khidir berbuat hal yang salah, nabi Musa pun sengaja memprotes kembali nabi Khidir agar ia berpisah dengan nabi Khidir meskipun sebelumnya ia telah bersepakat untuk tidak lagi bertanya atau memperotes perbuatan nabi Khidir, karena beliau khawatir perbuatan nabi Khidir akan dipertanggungjawbakan oleh beliau kelak di akhirat. Kemudian mereka memasuki sebuah perkampungan dimana penduduk di kampung itu tidak mau menjamu mereka, maka nabi Khidir pun membangun satu tembok yang telah roboh di kampung itu, lalu nabi Musa berkata, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:
لَوْ شِئْتَ لَاتَّخَذْتَ عَلَيْهِ أَجْرًا ( الكهف : 77 )
"Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu".( QS. Al Kahf : 77)
Dan hal ini diucapkan oleh nabi Musa As agar beliau berpisah dengan nabi Khidir, kemudian nabi Khidir pun berkata kepada nabi Musa As sebagaimana firman Allah subhnahu wata’ala:
قَالَ هَذَا فِرَاقُ بَيْنِي وَبَيْنِكَ سَأُنَبِّئُكَ بِتَأْوِيلِ مَا لَمْ تَسْتَطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ، أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا ، وَأَمَّا الْغُلَامُ فَكَانَ أَبَوَاهُ مُؤْمِنَيْنِ فَخَشِينَا أَنْ يُرْهِقَهُمَا طُغْيَانًا وَكُفْرًا ، فَأَرَدْنَا أَنْ يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِنْهُ زَكَاةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا ، وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا ( الكهف : 78 – 82 )
“Khidihr berkata: "Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun bahtera itu kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena dihadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mu'min, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anak itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Rabbmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanan itu, sebagai rahmat dari Rabbmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya". ( QS. Al Kafi : 78-82)
Perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh nabi Khidir menyimpan hikmah, yang pertama dimana kapal yang yang ditumpangi nabi Khidir dan nabi Musa dibocorkan agar kemudian tenggelam, karena didepan telah menunggu kapal perampok yang akan merampas barang-barang di kapal yang mereka tumpangi, yang mana kapal itu berisi harta benda berupa emas, perak dan lainnya, dan kesemua itu tidak akan rusak dengan ditenggelamkan ke air, maka nabi Khidir memilih menenggelamkan kapal itu daripada dirampas oleh para perampok. Yang kedua, Nabi Khidir membunuh seorang anak kecil karena kelak ketika tumbuh besar anak kecil itu akan menjadi orang fasik yang banyak melakukan kejahatan dan akan selalu menyusahkan dan menyedihkan kedua orang tuanya kelak, sedangkan orang tuanya adalah orang yang shalih sehingga Allah ingin meneganugerhkan kepada mereka seorang anak yang shalih dan berbakti kepada kedua orang tuanya, maka dengan kematian anak itu orang tuanya merasa sangat sedih, akan tetapi kesedihan itu seakan-akan Allah jadikan sebagai penebus untuk mendapatkan anak yang shalih. Hal yang ketiga, nabi Khidir membangun kembali tembok sebuah rumah yang hampir roboh karena didalamnya terpendam harta karun seorang keluarga untuk keturunannya mendatang yang miskin, yaitu keturunannya yang ketujuh, sehingga harta benda itu terjaga dan baru akan Allah keluarkan untuk keturunannya yang ketujuh, sebagaimana yang diriwayatkan dalam kitab tafsir. Oleh karena itu, sangat banyak hal-hal yang tidak kita ketahui namun mengandung hikmah dan makna yang sangat besar. Maka kita harus memahami barangkali hal-hal yang tidak kita sukai sebanarnya baik untuk kita atau bahkan sebaliknya , seperti kejadian-kejadian yang telah dilakukan oleh nabi Khidir dan ketika itu nabi Musa pun mengingkarinya karena beliau tidak tau makna dibalik semua itu. Maka Hujjatul Islam Al Imam Al Haddad Rahimahullahu ta’ala berkata dalam salah satu qasidahnya:
كُلُّ فِعْلِكَ جَمِيْلٌ
“Segala perbuatanMu (Allah) indah”
Allah subhanahu wata’ala tidak ingin menyusahkan makhlukNya, sehingga dari dahulu manusia telah ditempatkan di surga, akan tetapi tertipunya nabi Adam dan sayyidah Hawa oleh syaitan membuat mereka keluar dari surga dan hal itu pun atas kehendak Allah subhanahu wata’ala, karena semua makhluk yang ada di alam semesta ini tidak akan mendapatkan kehidupan yang abadi kecuali jin dan manusia, meskipun semua makhluk-makhluk Allah seperti matahari, bulan, pepohonan, gunung-gunung, lautan dan lainnya yang selalu bertasbih dan berdzikir kepada Allah subhanahu wata’ala tanpa kita ketahui, dan tidak bermaksiat kepada Allah, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيمًا غَفُورًا ( الإسراء : 44 )
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” ( Qs.Al Israa: 44 )
Jika demikian bagaimana keadilan Allah kepada semua makhlukNya!?. Inilah yang harus kita fahami, dimana manusia dikeluarkan dari surga, kemudian Allah subhanahu wata’ala menciptkan neraka, sehingga manusia yang baik kelak akan dimasukkan ke surga dan yang jahat akan masuk neraka, maka inilah keadilan Allah subhanahu wata’ala kepada alam semesta dan ciptaanNya yang lain. Dan semua makhluk Allah yang ada di alam semesta ini selain manusia dan jin memahami hal itu, karena manusia yang jahat akan ditempatkan di neraka, dan manusia yang baik akan ditempatkan di surga. Mereka manusia menjalani tes terlebih dahulu untuk mencapai kenikmatan di surga, namun alam semesta tidak mampu mengemban hal itu yaitu untuk menjadi khalifah di bumi, namun manusialah yang berani mengemban hal itu.
Maka takdir kehidupan kita dalam frekuensi per detik hal itu bisa berubah, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala :
فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى، وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَى ( الليل: 5- 7 )
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. ( QS. Al Lail : 5-7)
Orang yang bertakwa dan membenarkan sesuatu yang benar, maka orang yang ingin melakukan dzikir atau shalawat bersama jangan dilarang dan disalahkan. Maka perubahan takdir bisa berubah dalam hitungan detik dengan cara bersedekah, dengan bertakwa dan membenarkan hal-hal yang baik, maka orang yang melakukan hal itu akan Allah mudahkan jalan kehidupannya. Misalnya seseorang bersedekah, maka dalam satu detik itu berapa banyak musibah yang telah Allah singkirkan darinya, atau dengan membenarkan hal-hal yang baik dan tidak mengingkari perbuatan baik, seperti menghadiri majelis ta’lim atau majelis dzikir dan shalawat, dan lainnya. Maka semakin seseorang banyak melakukan kebaikan, maka semakin dimudahkan kehidupannya baik di dunia, di barzakh dan di akhirah, amin. Kemudian Allah subhanahu wata’ala berfirman :
وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَى، وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَى ، فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَى ( الليل : 8-10 )
“Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami (Allah) akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” ( QS. Al Lail : 8-10)
Sedangkan orang yang kikir, dan tidak membenarkan perbuatan-perbuatan yang baik namun mengingkarinya maka Allah akan memudahkan jalannya pada kesusahan atau kesulitan dalam kehidupannya baik di dunia, di barzakh dan di akhirat. Wal’iyadzubillah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar