Akhir-akhir ini
kata-kata ” Makrifat” sering terdengar ditelinga kaum muslimin
Indonesia, tingkatan ilmu ini seringkali dipahami dengan tingkatan ilmu
yang paling tinggi. Lalu apasih sebenarnya makrifat itu ?. Syaikh
Haji Ahmad Rifa’i memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan makrifat
yaitu ” Pemandenge ati tan kesamaran Ing Alloh dzat
wajibul wujud tinemune, luweh sempurno ora ono kekurangane, dipandeng
kelawan nurulloh peparingane kang diselehaken ing dalem telenge atine,
dadi hasil waspodo ati tiningalan, ing barang opo penggawe saking
pangeran qodrat, irodat, ilmu tan nono liyanikulah pemandenge wong
makrifat ingaranan.”
Artinya, Pandangan hati kepada Alloh wajibul
wujud yang Maha sempurna lagi tiada cela, Dipandang dengan Nurulloh,
cahaya pemberian Allah yang diletakkan dalam mata hati, sehingga hati
menjadi waspada dan penuh kesadaran bahwa apapun perbuatan yang
dilakukan merupakan perbuatan Allah dan tiada lain merupakan qudrat,
irodat serta IlmuNya yang maha sempurna, itulah yang dinamakan pandangan
orang ahli makrifat.
Jadi yang dimaksud dengan ilmu makrifat
menurut Syaikh Ahmad Rifa’i adalah selalu melihat fenomena yang terjadi
dialam raya ini serta apa yang terjadi pada dirinya merupakan wujud dari
qudrat, irodat dan ilmu dari Allah swt. Dengan demikian yang dimaksud
dengan orang yang arifun billah adalah orang yang senantiasa melihat
Allah melalui bukti-bukti akan kekuasaan Allah yang tergambar dengan
sangat jelas dari lubuk hatinya.
Melihat Allah dengan mata kepala adalah hal
yang tidak mungkin dilakukan di dunia ini, akan tetapi melihatnya dengan
mata hati dapat dilakukan oleh mereka para pencariNya dengan jalan
memperhatikan makhluk ciptaanNya yang senantiasa menunjukkan eksistensi
kholiqnya, itulah sebenarnya ilmu makrifat.
Sudahkah kita
bermakrifat ? Jika sudah bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang
diberikanNya, namun jikalau belum, perhatikanlah apa yang ada pada diri
kita. Wa fil ardhi aayaatul lil muuqiniiin, wa fi
anfusikum afalaa tubshiruun. ( Dan di bumi ada ayat bagi
orang-orang yang yakin, dan juga didalam diri kalian, apakah kalian
tidak memperhatikannya ? )
Ada 4 tingkatan ilmu makrifat, yaitu :
1. Ilmu Syariat Syara’a artinya
jalan, dapat dimaksudkan sebagai hukum, metode. Syariat ini tertuang
didalam hukum-hukum fikih yang harus dipahami dan dikerjakan sesuai
dengan aturan-aturan yang ada. Tingkatan kesadaran: ada milikku, ada
milikmu.
2. Ilmu Tarekat Thoraqo artinya
jalan, perbedaannya dengan syara’a: kalau syara’a jalan di dalam kota,
maka thoraqo jalan ke luar kota yang lebih panjang. Oleh sebab itu, maka
tarekat disebut juga jalan untuk memahami hakekat. Orang yang
menggunakan jalan ini disebut penganut tarekat, yang dipimpin oleh
seorang guru tarekat. Mereka yang memasuki tarekat berkehendak untuk
mendapatkan ridha Allah, dan disebut al-muridin atau salik atau orang
yang menuntut ilmu suluk. Banyak sekali perkumpulan tarekat seperti
Naqsabandiah, Qadiriah, Tijaniah, Sanusiah, dsb. Pengikut tarekat
melakukan wirid-wirid tertentu yang dibimbing oleh guru tarekat. Tingkat
kesadaran: milikku adalah milikmu dan milikmu adalah milikku.
3. Ilmu hakekat Haqqo artinya
kebenaran. Wujud dari kebenaran yang dapat dilihat adalah kejujuran,
keadilan cinta kasih. Pada tingkatan ini orang telah memahami makna
ibadah yang dilakukan, misalnya “sholat mencegah kemunkaran”, makna
berzakat, makna berpuasa, makna berhaji. Ilmu ini juga disebut ilmu
batin. Kenapa pula ilmu ini juga dikatakan ilmu batin? Ini kerana roh
atau hati memang tidak dapat dilihat oleh mata kepala. Ia adalah makhluk
yang tersembunyi. Maka ilmu ini dinamakan ilmu batin kerana ia
membahaskan tentang hati dan sifat-sifatnya yang memang tidak dapat
dilihat dengan mata lahir tapi dapat dilihat oleh mata batin. Tingkat
kesadaran: tidak ada milikku, tidak ada milikmu.
4. Ilmu makrifat
Asal katanya arofa artinya tahu ; kenal pada
Sang Pencipta. Batinnya sudah dekat dengan Allah. Semua gerakannya
lillahitaala, dan janji Allah untuk membantu setiap aktivitas orang
tersebut. Kata sebagian orang: “Ilmu ini sangat langka dan sakral. Tak
sembarang orang bisa meraihnya, kecuali para wali yang telah sampai pada
tingkatan ma’rifat.
Wallohu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar